Aku suka ‘gatal’ kalau ada sayembara atau kuis. Apalagi kuis foto atau cerita pengalaman. Jadi, saat penerbit Nourabooks mengadakan kuis menceritakan #YesYouCan moment berhadiah paket buku, tanpa pikir panjang jemariku beraksi di atas keyboard. Ternyata YesYouCanMoment-ku terpilih.
Rupanya kalimat berikut luput dari perhatianku: “yang terpilih bisa share bareng Ollie Salsabeela (Penulis buku Yes You Can) di panggung Indonesia Book Fair, 24 November 2012, Istora Senayan Jakarta.” Waduh! Aku paling enggak bisa bicara di depan orang banyak. Akibatnya, aku meracau, meleter dan berkotek tidak jelas di panggung bersama empat perempuan luar biasa. Malu, gugup bukan main, sekaligus senang, aku curiga suaraku yang keluar dari pengeras suara begini: “Wegweg… wegweg… wegweg…” Agar jelas, kuputuskan untuk menuliskan racauan/leteran/kotekanku:
Aku hobi baca novel sejak SD, sampai ibuku sering mengomeli karena punya kebiasaan makan sambil baca (bukan baca sambil makan) – sebelum makan aku sibuk cari buku dulu. Ibuku ingin aku membaca buku-buku yang dibacanya, buku agama, sementara aku menggemari karya-karya Enid Blyton. Sejak di bangku kuliah, aku sudah menerjemahkan untuk tugas, tadinya untuk diri sendiri lalu untuk teman-teman dengan imbalan Rp500 per lembar (tahun 1990). Saat masih bekerja di perpustakaan milik organisasi Inggris di Jakarta, aku memuaskan hobiku membaca novel. Sebelum buku diproses untuk dimasukkan ke dalam rak, kubawa pulang untuk kubaca. Aku juga mendapat julukan pemulung buku bekas saking rajinnya menampung buku yang dikeluarkan dari koleksi perpustakaan. Jadi, ketika terkena PHK, yang pertama kali terpikir olehku adalah menjadi penerjemah novel, padahal tidak punya latar belakang pendidikan sastra atau penulisan.
Aku sadar, sebagai orang yang tidak mengantungi ijazah sarjana, aku harus mencari ilmu pengetahuan sendiri, kalau mau maju. Dari mana lagi kalau bukan dari pengalaman orang-orang sukses? Kucari ilmu dengan cara menghadiri pertemuan Himpunan Penerjemah Indonesia dan acara kumpul-kumpul anggota milis Bahtera. Di sana aku bertemu, berkenalan, mengobrol dengan dosen-dosenku: para penerjemah sukses. Melalui internet aku mendapatkan buku-buku bahan ajar gratis: blog milik para penerjemah. Juga, buku kumpulan cerita pengalaman para pernerjemah terbitan Bahtera: Tersesat Membawa Nikmat, Menatah Makna dan Pesona Penyingkap Makna. Kusimak kiat-kiat sukses mereka, sebisa mungkin berusaha menerapkan apa yang kudapat dari ‘ruang kuliah’: grup HPI di Facebook dan milis Bahtera dan milis HPI. Pengalaman buruk yaitu kekecewaan klien merupakan ujian kenaikan tingkat. Banyaknya surat lamaran yang ditolak atau bahkan tidak dijawab oleh penerbit-penerbit kuanggap sebagai proses pengajuan proposal skripsi. Setelah akhirnya aku berhasil menembus dunia penerbitan dan menerjemahkan novel, kritik dan masukan dari pembaca (serta penyunting dan penerjemah lain) merupakan koreksi skripsiku.
Aku ingat dulu sering membatin “Coba namaku Listiana Srisanti, Istiani Prajoko, Poppy Damayanti Chusfani, atau Rini Nurul Badariah…(dll)” saat membuka lembar halaman judul novel terjemahan yang mengasyikkan. Benarkah itu dua atau tiga tahun yang lalu? Walau masih berada jauh di bawah liga para idolaku itu, kini namaku ada di balik halaman judul lebih dari 19 buku dan komik, semoga terus bertambah. Sewaktu ibuku membaca buku terjemahanku untuk pertama kalinya, perasaan haru yang melandaku melebihi apa yang kurasakan saat diwisuda dulu.
YES, I CAN!
Pemaparan kisah YesYouCanMoment ketiga pemenang lainnya tidak kalah menariknya. Mungkin mereka akan menceritakannya di blog masing-masing. Bagiku, yang paling berkesan dari pemaparan Ollie yaitu saat dia ditanya bagaimana sih bisa mengatur waktunya sehingga dalam usianya yang belum berkepala tiga sudah meraih berbagai macam prestasi dan pencapaian. Kuncinya manajemen energi, katanya. Curahkan energi ke satu ide dan laksanakan. Bagi wanita cantik yang gemar berjalan-jalan ini, kesempurnaan merupakan proses. Dia meluncurkan toko buku online dalam waktu dua bulan sejak ide tercetus. Saat itu situs webnya belum sempurna betul. “Itu bisa menyusul,” katanya. Sambil berjalan bisa sambil diperbaiki. Punya ide, tapi tidak bisa melaksanakannya? Kolaborasi. Cari partner teknis. Bagi Ollie, sukses itu saat kita sudah bisa memberi dan berbagi ke lebih banyak orang. Begitulah, selama satu setengah jam penulis 25 buku, pemilik butik, blogger, wirausaha TI dan entah apa lagi ini memukau pemirsa di panggung utama Indonesia Book Fair dengan berbagi kisah. Para penyimak gelar wicara dihibur oleh kelompok musik CHAPTER yang terdiri dari tiga pemuda *uhuk-uhuk* ganteng dan berbakat yang juga sedang mengalami YesYouCanMoment-nya, menyanyikan tiga lagu indah yang liriknya merupakan puisi karya Ollie.
Simak juga: Sisi Gelap Rembulan
uuuh … mbak Dina memang kereeen! aku mau mengikuti jejakmu. 🙂
Trims, Kris. 😀
mbak dina…inspiratif dan mengharukan banget kisahnyaa…:’) bikin makin semangat meraih cita2, gk ada alesan umur dll…:’) makasih yaaa, baca ini jadi membuka mata….
Terima kasih. Semoga sukses ya. Ayo, kamu bisa!
inspiratif… sukak!
Trims. 🙂
inspiring. TFS mbak.. bikin tambah semangat 😀
Trims, Dedeh 😀
Thanks a lot, ceritamu sangat inspiring ❤
Thank YOU, Ollie. 😀
Y€$, I believe you can. 😀
Berkat dukungan Mbak Isti, matur nuwun. ^_^
Pingin punya $ juga hahaha
Hayu atuh, Uci… tinggal n€rjemahin aja kok 😉
That energy…. I should find it. It must be hiding somewhere. Hmmmm….
It’s there, I promise you. You just have to think happy thoughts 😀
Salam kenal. Blog nya keren isinya mantabb!
Terima kasih, Dwi. Salam kenal juga.
ceritanya inspiratif banget mbak, aku harus terus me-recharge motivasi agar ga gampang mundur dari keinginan buat jadi penerjemah beneran.Banyak PR yang harus aku lakuin
Terima kasih sudah membaca. 🙂
Only Two words Mba Dina,
Inspiring & Contaminating…for successful reason indeed..
Terima kasih.
Mungkin ada baiknya membaca ini agar tidak terlampau “silau” oleh profesiku ini: https://dinabegum.com/2015/08/25/sisi-gelap-rembulan/
Thanks mba DIna Begum,
saya rasa hidup sering memperlihatkan kepada saya akan ketidak pastian, mulai dari segi financial, keluarga, kawan, karier. Dan ternyata pekerjaan menjadi Penerjemah dapat memberikan apa yang saya mau, terlebih soal waktu, namun yang terpenting Karya. Sebagai penerjemah kita akan berkarya walau itu hanya menerjemahkan tugas atau job dari orang lain, tapi banggalah kita karena Karya itu akan selalu ada hingga kita meninggal, apalagi bilamana buku yang kita terjemahkan menjadi panduan ataupun penerang bagi orang yang membacanya, bukankah itu menjadi sebuah Amal Jariyah dan Ilmu yang Bermanfaat. By the way, bus way, you have an awesome office translator beside your kitchen Mba.
Makasih. 😀
Luar biasa, Mbak Dina. Kalau boleh jujur, dari baca2 blog Mbak Dina-lah yang bikin saya yakin untuk ambil langkah pertama sampai akhirnya saat ini jadi penerjemah lepas (impian yang udah sekian tahun tertunda). Alhamdulillah sekarang saya sudah menerjemahkan 2 buku, walaupun yang terbit baru 1 hehe. Semoga saya bisa sesukses Mbak Dina ya 🙂
Sukses juga buatmu, ya Renita. Ikut bangga dan bahagia. 😀